Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).

Rabu, 16 November 2011

Akhir Zaman

Hidup di babak keempat era Akhir Zaman dewasa ini kita jumpai realita penuh dengan fitnah. Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa babak ini merupakan babak kepemimpinan Mulkan Jabriyyan (Para penguasa yang memaksakan kehendak sekaligus mengabaikan Kehendak Allah dan RasulNya). Bisa dikatakan ini merupakan the darkest ages of the Islamic history (era paling kelam dalam sejarah Ummat Islam). Hidup di babak ini memerlukan kesabaran yang berlipat ganda. Mengapa? Karena di masa ini kita terpaksa menyaksikkan begitu banyak kemungkaran dan kezaliman yang berlangsung di sekitar hidup kita. Sehingga dalam suatu kesempatan Nabi Muhammad saw memberikan sebuah peringatan yang dapat dibaca di dalam hadits berikut ini:

حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ
بَيْنَمَا نَحْنُ حَوْلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ ذَكَرَ الْفِتْنَةَ
فَقَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ النَّاسَ قَدْ مَرِجَتْ عُهُودُهُمْ وَخَفَّتْ أَمَانَاتُهُمْ
وَكَانُوا هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ قَالَ فَقُمْتُ إِلَيْهِ فَقُلْتُ
كَيْفَ أَفْعَلُ عِنْدَ ذَلِكَ جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ قَالَ الْزَمْ بَيْتَكَ
وَامْلِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَخُذْ بِمَا تَعْرِفُ وَدَعْ مَا تُنْكِرُ
وَعَلَيْكَ بِأَمْرِ خَاصَّةِ نَفْسِكَ وَدَعْ عَنْكَ أَمْرَ الْعَامَّةِ
(ABUDAUD - 3780) : Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Amru bin Al Ash ia berkata, "Saat kami berada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau menyebutkan tentang fitnah. Beliau bersabda: "Jika kalian melihat manusia telah rusak janji-janji mereka dan telah luntur amanah mereka, sementara mereka begini -beliau menganyam antara jemarinya-," Abdullah berkata, "Aku lantas bangkit ke arah beliau seraya bertanya, "(Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu) apa yang harus aku lakukan pada saat itu?" beliau menjawab: "Tetaplah engkau berdiam di dalam rumahmu, kuasailah lisanmu, ambilah (lakukan) apa saja yang kamu ketahui dan tinggalkan apa saja yang kamu pungkiri (tidak ketahui), urusilah perkaramu sendiri dan jauhilah urusan orang banyak."

Kondisi dunia modern dewasa ini adalah persis sebagaimana di gambarkan oleh Rasulullah saw -yi seperti benang kusut yang direpresentasikan dengan beliau menganyam antara jemarinya. Setiap hari ketika menyaksikan berita di televisi, kita lalu disajikan berbagai kasus dimana manusia telah merusak janji-janji mereka dan telah luntur amanah mereka. Sebut saja misalnya, seorang ibu kandung yang seyogyanya menjadi sumber kasih sayang justeru menjual bahkan membunuh anak sendiri. Seorang polisi, yang sepatutnya menjadi pengayom dan pelindung masyarakat, diduga kuat oleh atasannya sendiri telah melakukan tindak korupsi milyaran rupiah. Dsb... dsb... dsb.

Sahabat Abdullah bin Amru bin Al-Ash yang meriwayatkan hadits ini langsung bertanya kepada Nabi saw apa yang sepatutnya dia lakukan bila keadaan demikian dijumpainya? Jawaban Nabi saw setidaknya mengandung lima rambu:

Pertama, "tetaplah engkau berdiam di dalam rumahmu." Saya khawatir bahwa Nabi saw menganjurkan agar di masa fitnah marak hendaknya apapun pekerjaan yang kita usahakan, maka pastikanlah bahwa ia tetap bersifat home-based jobs. Artinya pekerjaan yang menyebabkan seorang kepala keluarga tetap dapat memperhatikan keluarganya. Bukan pekerjaan yang menyebabkan terabaikannya tanggung-jawab sebagai suami dan ayah yang soleh. Janganlah dengan dalih sibuk kerja di luar rumah, kemudian menyebabkan anak dan isteri menjadi berjarak dengan sang ayah. Barangkali inilah rahasianya mengapa sebagian individu di negara-negara industri mulai mengembangkan konsep home-office, kantor sekaligus rumah/tempat tinggal.

Kedua, "kuasailah lisanmu". Di masa penuh fitnah dimana kemungkaran dan kezaliman merejalela kita seringkali harus menahan diri dari mengeluarkan ungkapan, komentar atau ucapan yang dapat menyebabkan diri kita sendiri terjerumus ke dalam dosa. Kalau kita mau jujur terlalu banyak alasan bagi kita untuk setiap saat berkeluh-kesah bahkan melaknat kesana-kemari menyaksikan fitnah yang berkembang. Sungguh benarlah sabda Nabi saw berikut ini:

(IBNUMAJAH - 3963) : Telah menceritakan kepada kami dari Mu'adz bin Jabal dia berkata, "Aku bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di suatu perjalanan, hingga di suatu pagi aku berada di sisi beliau. Saat berjalan aku berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, kabarkanlah kepadaku amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan aku dari neraka?" Beliau menjawab: "Sungguh, kamu telah menanyakan suatu perkara yang sangat besar (bagus) padahal itu sebenarnya sangat mudah bagi orang yang Allah mudahkan; yaitu kamu menyembah Allah dan jangan menyekutukannya dengan sesuatupun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan menunaikan iabdah haji." Kemudian beliau bersabda: "Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai dan sedekah dapat memadamkan kesalahan sebagaimana air dapat memadamkan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam." Lalu beliau membaca: '(Lambung mereka jauh dari tempat tidurny...) ' sampai pada bagian ayat '(sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan) ' (Qs. As Sajadah: 16-18). Kemudian beliau melanjutkan: "Maukah aku beritahukan kepadamu pokok perkara, tiang-tiangnya dan puncak tertinggi segala urusan? Itu adalah jihad." Kemudian beliau bersabda: "Maukah aku beritahukan kepadamu tentang orang yang memiliki semua itu?" aku menjawab, "Tentu." Beliau lalu memegang lidahnya dan bersabda: "Kamu harus menahan ini dari dirimu." Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya kami akan dihukum karena hal yang kami bicarakan? " " Beliau bersabda: "Sungguh kebangetan kamu wahai Mu'adz, tidaklah muka-muka manusia disungkurkan ke dalam api neraka melainkan karena hasil perbuatan lidah-lidah mereka! "


Ketiga, "ambillah (lakukan) apa saja yang kamu ketahui". Artinya Nabi saw menyuruh kita memastikan diri hanya mau terlibat dalam perkara yang sudah jelas kita ketahui sebagai ma'ruf/halal, bukan syubhat apalagi mungkar/haram. Di zaman penuh fitnah seperti sekarang banyak sekali urusan yang jika kita tidak sungguh-sungguh renungkan kehalalannya, maka sangat boleh jadi menjerumuskan kita dalam perkara yang mendatangkan dosa. Sehingga Nabi saw menyuruh kita untuk meninggalkan apa saja yang sebenarnya menimbulkan keraguan/kebimbangan di dalam hati.(TIRMIDZI - 2442) : Aku bertanya kepada Al Hasan bin Ali: Apa yang kau hafal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam? Ia menjawab: Aku menghafal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam: "Tinggalkan yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu karena kejujuran itu ketenangan dan dusta itu keraguan."

Keempat, "dan tinggalkan apa saja yang kamu pungkiri (tidak ketahui)". Di zaman penuh fitnah seorang mukmin mesti yakin bahwa dirinya tidak terlibat di dalam urusan yang ia pungkiri atau tidak ia ketahui kejelasannya di sisi Allah. Dewasa ini banyak sekali tawaran pekerjaan yang jika tidak ditakar terlebih dahulu dengan timbangan al-haq yi Al-Qur'an dan As-Sunnah boleh jadi akan mendatangkan kemurkaan Allah dan sebaliknya mengakibatkan keridhaan syetan. Terkadang hanya karena diming-imingi dengan gaji besar ia malah terperangkap menjadi bagian dari anshorut-Thoghut (penolong syetan dan musuh-musush Allah). Na'udzubillaahi min dzaalika.

Kelima, "urusilah perkaramu sendiri dan jauhilah urusan orang banyak". Rambu terakhir ini barangkali merupakan hal yang paling sulit diterima oleh kebanyakan manusia, terutama mereka yang telah terwarnai oleh cara berfikir modern barat kafir. Banyak sekali orang "modern" dewasa ini yang justeru berlomba berambisi untuk menjadi pejabat publik. Dengan dalih "mengutamakan kemaslahatan umum" mereka rela menomorduakan urusan dan tanggung-jawab pribadinya. Padahal dalam sebuah sistem dimana hukum Allah tidak dijunjung tinggi sepatutnya setiap mukmin sangat berhati-hati untuk menjaga jaraknya dari terbebani tanggung-jawab urusan orang banyak. Mengapa? Karena dalam realita seperti ini sangat sulit untuk memastikan bahwa berbagai urusan orang banyak bisa diselesaikan dengan merujuk kepada dua sumber pegangan utama Islam, yi Al-Qur'an dan As-Sunnah. Padahal Nabi saw memperingatkan bahwa hanya dengan berpegang kepada dua sumber rujukan kebenaran ini sajalah kita tidak akan tersesat dari jalan yang lurus.
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا
كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
(MALIK - 1395) : Telah menceritakan kepadaku dari Malik telah sampai kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya."
Belum lagi jika kita lihat ancaman Allah terhadap para pejabat publik yang terlibat dalam urusan hukum. Sungguh sangat mengerikan ketika Allah mengancam dengan predikat-predikat yang mencerminkan penyimpangan mereka dari keimanan dikarenakan mereka berani terlibat dalam mengurus  orang banyak berdasarkan hukum selain hukum Allah yi hukum buatan manusia. Padahal manusia disebut Allah sebagai makhluk yang paling aniaya lagi paling bodoh. Bagaimana mungkin mereka dapat memproduk hukum yang menjamin keadilan dan kebenaran?
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (QS Al-Ahzab ayat 72)
Hanya hukum yang bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah sajalah yang memastikan tegaknya keadilan dan kebenaran, bukan selainnya.

"Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Qur'an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al-An'aam ayat 115)
Oleh karena itu, pantaslah bilamana Allah berikan ancaman yang sangat keras kepada siapapun pejabat publik atau fihak yang memiliki otoritas sosial di tengah masyarakat jika di dalam memutuskan berbagai perkara umum tidak kembali kepada hukum yang sesungguhnya menjamin keadilan dan kebenaran hakiki, yi Al-Qur'an.

”Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al-Maaidah ayat 44)
”Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Maaidah ayat 45)
”Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Maaidah ayat 47)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar